Secara umum bahasa didefinisikan
sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa system lambang bunyi
yang dihasilkan alat ucap manusia.
Manusia
tidak dapat lepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk percakapan
sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat
berkomunikasi, saling menyampaikan maksud. Tak hanya dalam bentuk lisan, tentu
saja bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan.
Pemikiran
seseorang tentunya akan lebih mendapat pengakuan ketika sudah “dituliskan”
sehingga orang lain yang membaca akan mengetahui apa yang ingin disampaikan
seorang penulis. Pada dasarnya seluruh kegiatan manusia akan sangat berkaitan
erat dengan bahasa. Entah sekedar bercakap-cakap dengan teman, atau dalam
kegiatan formal seperti sekolah, kuliah bahkan dalam pekerjaan. Filsafat juga
tidak dapat lepas dari bahasa. Banyak filsuf yang justru mengawali pemikirannya
dari problem bahasa. Tentunya bahasa disini bukan berarti sekedar mempelajari
tata gramatikal bahasa ataupun bahasa asing, melainkan bagaimana pengertian
seseorang dapat terpengaruh ‘hanya’ dari penggunaan kata-kata atau pemikiran.
Sangat penting untuk dapat tetap berpikir kritis dalam mengerti ucapan
seseorang maupun teks.
Teori-teori
yang berkembang dalam filsafat bahasa inilah yang kemudian menjadi alat bagi
setiap orang untuk dapat lebih mengeksploitasi sebuah pemikiran, baik yang
terucapkan maupun dalam bentuk teks.Mungkin akan terkesan “ah, bahasa kan sama
saja dengan perbincangan sehari-hari, apa susahnya sih? Toh, ucapan-ucapan itu
bisa saja mudah dimengerti.” Memang kesannya bahasa tidak ada kaitannya dengan
filsafat. Tapi Bahasa ternyata tidak hanya mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi
dengan orang lain, tetapi juga dapat menjadi hal yang kompleks. Sebuah
perjanjian antar negara juga menggunakan bahasa yang disepakati pihak-pihak
yang terkait agar tercapai kesepakatan. Tanda-tanda yang hadir dalam kehidupan
kita sehari-hari juga bagian dari bahasa. Contoh, rambu-rambu lalu lintas tentu
akan sangat tidak efisien jika dituliskan dalam bentuk huruf.
Para
pengguna jalan tentu tidak akan sempat membaca tulisan-tulisan itu. Karena itu
untuk mempermudah, dibuat simbol-simbol yang dikonvensikan dan dimengerti
masyarakat. Lalu bagaimana dengan bahasa isyarat?
Ada
orang-orang yang tentu tidak dapat menggunakan bahasa verbal, karen itu
dibuatlah kode-kode khusus agar komunikasi tetap dapat berjalan dengan baik.
Dan banyak kode-kode khusus lain yang dibuat untuk mempermudah menyampaikan
sebuah pesan. Bahasa verbal pun ternyata tidak dapat diartikan secara harafiah
begitu saja.
Ada
kalanya sebuah teks atau percakapan akan menggunakan ‘kode-kode’ penyampaian.
Misalkan dalam bahasa puisi. Ataupun politikus-politikus yang menggunakan
kiasan-kiasan ketika berpidato atau sekedar menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Dari banyaknya peran bahasa ini, kita dapat melihat bahwa mengerti bahasa bukan
hal yang mudah. Harus ada kekritisan dalam menerjemahkan sebuah pesan. Inilah
pentingnya peran interpretasi. Tanpa interpretasi, tentunya semua akan mengalir
dengan datar. Nampak membosankan bukan jika puisi ditulisakan sama dengan
percakapan sehari-hari. Justru simbol-simbol yang ada semakin memperindah
penggunaan bahasa.
Kudera
dalam bukunya The Art of Novel mengatakan bahwa manusia akhir-akhir ini
memiliki kecenderungan ‘malas’ menginterpretasi segala sesuatu. Semakin maju
perkembangan zaman, manusia justru semakin terlihat pasrah menerima begitu saja
segala sesuatu yang hadir. Tak ada keinginan untuk mengartikan tanda-tanda
disekitarnya. Akibatnya, keberagaman hidup semakin berkuran. Ada kesan ingin
menyeragamkan segalanya. Menyedihkan sekali jika suatu saat semua orang menjadi
‘robot’ yang tidak memiliki keunikan masing-masing. Hal ini terjadi akibat
hilangnya sense seseorang untuk berani memaknai teks.
Ada
tiga tipe orang-orang yang dianggap sebagai iblis pematian makna. Tipe pertama
adalah orang-orang yang selalu menertawakan ide-ide baru. Tipe-tipe oang
semacam ini yang seringkali menjatuhkan mental seseoarang yang ingin
menyampaikan ide baru, dan tentu saja seperti oang-orang konservatif, mereka
tidak menginginkan perubahan. Tipe yang kedua adalah orang-orang yang tidak mau
mengartikan bahasa dan tanda yang ada, ibarat umat yang ‘dibodohi’ oleh
nabinya, mereka menurut begitu saja pada dogma yang disampaikan oleh sang nabi.
Hal ini sangat berbahaya terutama bagi kreatifitas. Tanpa imajinasi tentunya
tidak akan ada keberagaman hidup. Dan tipe yang terakhir adalah tipe
orang-orang yang hanya meniru yang sudah ada. Ketiga tipe inilah yang
seharusnya dihindari oleh setiap orang agar perkembangan bahasa, tanda, dan
pemaknaan menjadi lebih beragam.Filsafat mencoba membawa bahasa pada pembahasan
yang lebih kritis.
Ada beberapa
poin yang dapat dikaitkan dengan bahasa. Antara lain dengan.
- Akal, yang sangat erat dengan logika.
- Makna dan interpretasi, yang merupakan bagian yang sudah melekat dengan bahasa
- Konvensi, karena tanpa konvensi bahasa tidak ada artinya karena tidak dimengerti oleh semua orang.
- Dimensi bahasa obyektif, dapat dimengerti oleh semua untuk mengatasi ruang dan bersifat universal dan ilmiah.
- Intertekstualitas, bagaimana teks-teks lain saling mempengaruhi pemahaman seseorang. Dan dari sinilah kita kemudian dapat mencoba menganalisa sebuah teks atau tanda dengan aliran-aliran yang berkembang dari filsafat bahasa
Kedudukan
dan Fungsi Bahasa Indonesia
Fungsi utama
bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana
untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif). Tetapi, bahasa pada dasarnya
lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan
pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:
- untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
- untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
- sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.
- untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).
Bahasa
Indonesia memiliki dua kedudukan,
yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi:
- sebagai lambang kebanggaan nasional
- sebagai lambang identitas nasional,
- sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosiala budaya dan bahasanya.
- sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi :
- sebagai bahasa resmi negara
- sebagai pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
- sebagai bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.
- sebagai bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar